1.
Latar Belakang
Pengetahuan manusia terus berkembang
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, untuk itu dibutuhkan penggalian
ilmu secara terus menerus, sehingga diperlukan daya cipta, daya khayal,
keinginan tahu manusia dan inisiatif.
Ilmu Lingkungan merupakan salah satu ilmu
yang mengintegrasikan berbagai ilmu yang mempelajari jasad hidup (termasuk
manusia) dengan lingkungannya, antara lain dari aspek sosial, ekonomi,
kesehatan, pertanian, sehingga ilmu ini dapat dikatakan sebagai suatu poros,
tempat berbagai asas dan konsep berbagai ilmu yang saling terkait satu sama
lain untuk mengatasi masalah hubungan antara jasad hidup dengan lingkungannya.
Asas di dalam suatu ilmu pada dasarnya
merupakan penyamarataan kesimpulan secara umum, yang kemudian digunakan sebagai
landasan untuk menguraikan gejala (fenomena) dan situasi yang lebih spesifik.
Asas dapat terjadi melalui suatu penggunaan dan pengujian metodologi
secara terus menerus dan matang, sehingga diakui kebenarannya oleh ilmuwan
secara meluas. Tetapi ada pula asas yang hanya diakui oleh segolongan ilmuwan
tertentu saja, karena asas ini hanya merupakan penyamarataan secara empiris
saja dan hanya benar pada situasi dan kondisi yang lebih terbatas, sehingga
terkadang asas ini menjadi bahan pertentangan. Namun demikian sebaliknya
apabila suatu asas sudah diuji berkali-kali dan hasilnya terus dapat
dipertahankan, maka asas ini dapat berubah statusnya menjadi hukum.
Begitu pula apabila asas yang mentah dan masih berupa dugaan ilmiah seorang
peneliti, biasa disebut hipotesis, Hipotesis ini dapat menjadi
asas apabila diuji secara terus menerus sehingga memperoleh kesimpulan adanya
kebenaran yang dapat diterapkan secara umum.
Asas di dalam suatu ilmu yang sudah
berkembang digunakan sebagai landasan yang kokoh dan kuat untuk mendapatkan
hasil, teori dan model seperti pada ilmu lingkungan. Untuk menyajikan
asas dasar ini dilakukan dengan mengemukakan kerangka teorinya terlebih
dahulu, kemudian setelah dipahami pola dan organisasi pemikirannya baru
dikemukakan fakta-fakta yang mendukung dan didukung, sehingga asas-asas disini
sebenarnya merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain (sesuai dengan urutan logikanya).
2.
Studi Pustaka
Sejak kira-kira tiga dasawarsa terakhir, para
pakar dari berbagai bidang ilmu telah sampai pada kesimpulan yang sama, yaitu
bahwa lingkungan kehidupan di planet bumi ini telah mengalami berbagai
gangguan dengan dampak yang mengkhawatirkan karena mengancam keberlanjutan
kesejahteraan hidup, bahkan kesintasan (survival) manusia. Penyebab utama semua
gangguan lingkungan itu ternyata berpangkal pada manusia sendiri, sebagai
akibat dari laju peningkatan populasinya yang sangat tinggi. Berbagai kegiatan
manusia, yang pada dasarnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, secara
langsung ataupun tidak, telah memberikan dampak besar pada lingkungan yang
seringkali berskala global.
Berbagai upaya terus dilakukan untuk
menanggulangi permasalahan lingkungan dan untuk memahami kepentingan lingkungan
jangka panjang. Salah satu upaya penting adalah diadakannya pendidikan
lingkungan yang dapat diberikan secara formal ataupun informal. Pendidikan
lingkungan diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran akan pentingnya lingkungan,
memberikan pengetahuan mengenai asas-asas ekologi yang mendasari hubungan
manusia dengan lingkungannya, serta pengertian bahwa segala sesuatu akan
berkaitan dan saling mempengaruhi. Pendidikan itu diharapkan pula dapat
menimbulkan sikap yang lebih peduli terhadap lingkungan dan memberikan
ketrampilan awal untuk menangani permasalahan lingkungan, paling tidak pada
skala domestik.
Tradisi dan budaya lokal tertentu di berbagai
tempat di Indonesia sudah sejak dahulu membawa misi pendidikan lingkungan
dengan menanamkan disiplin, kesadaran dan sikap yang secara ekologis tepat
dalam memelihara keberlanjutan kondisi dan ketersediaan sumberdaya lingkungan.
Misalnya, masyarakat di berbagai tempat di kepulauan Maluku dan Papua, sejak
dahulu hidup dalam budaya sasi dengan mematuhi segala tata aturan yang telah
ditentukan para pemuka (adat, agama) dalam hal kapan dan bagaimana memanfaatkan
berbagai jenis sumber daya hayati. Menangkap ikan, berburu
hewan, mengumpulkan hasil hutan, menebang pohon sagu dsb., hanya boleh
dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang berbeda bagi setiap jenis sumberdaya.
Pengetahuan lingkungan (environmental
science) merupakan ilmu yang relatif muda. Kelahirannya sangat dipacu oleh
kekhawatiran akan terjadinya krisis lingkungan dan urgensi diperlukannya
landasan pengetahuan yang memadai untuk melengkapi keperluan pendidikan
lingkungan. Asas-asas utama yang digunakan sebagai landasan aspek keterkaitan,
hubungan pengaruh-mempengaruhi dan kesaling-bergantungan antara manusia
dengan lingkungan sosial, alami, ekonomi atau pun budayanya, adalah asas-asas ekologi.
Tiga tujuan utama dari Pengetahuan Lingkungan
adalah untuk:
1.
Memberikan pemahaman mengenai
konsep-konsep dasar tentang manusia dan lingkungannya.
2.
Memberikan dasar-dasar kemampuan untuk
melakukan analisis mengenai permasalahan lingkungan aktual baik yang terjadi di
tingkat lokal, regional ataupun global; dan
3.
Memberikan contoh-contoh solusi
alternatif tentang bagaimana mengatasi permasalahan lingkungan melalui
pendekatan ekologis dan penerapan teknologis.
3. Mind Map
4. Studi
Kasus
Sampah
merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia
pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding
dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang atau material yang kita gunakan
sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis
material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pengelolaan sampah tidak bisa
lepas juga dari pengelolaan gaya hidup masyarakat.
Peningkatan
jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Dari Data
menunjukan bahwa kota Bandung setiap harinya menghasilkan sampah sebanyak 8.418
m3 dan hanya bisa terlayani sekitar 65% dan sisanya tidak bisa diolah.
4.1 Permasalahan
pengelolaan sampah di kota Bandung
Sampai
saat ini pemerintah daerah kota Bandung masih terus berinovasi mencari solusi
menangani permasalahan sampah. Permasalahan ini menjadi krusial karena ada
kemungkinan Bandung menjadi “kota sampah” terulang kembali. Ada beberapa
permasalahan yang belum terselesaikan yang dapat menyebabkan terulang
kembalinya Bandung lautan sampah. Permasalahan yang dapat menyebabkan Bandung
kota sampah jilid kedua antara lain:
a. Kesadaran masyarakat Bandung yang masih rendah
sehingga, dengan tingkat kesadaran tersebut memberikan dampak yang indikatornya
adalah produksi sampah kota Bandung terus meningkat dari 7500M3/hari menjadi
8418M3/hari.
b. Kemampuan pelayanan PD kebersihan kota Bandung yang
terbatas. Kemampuan pelayanan penangganan sampah sampai saat ini oleh PD
kebersihan masih belum optimal, hal tersebut terbukti lembaga ini hanya dapat
melayani pengelolaan sampah hanya sekitar 65%.
c. Sampah organik merupakan komposisi terbesar dari
sampah kota Bandung. Permasalahan yang terjadi sampah yang dibuang masyarakat
tidak memisahkan antara sampah organik dan non organik.Hal tersebut menyebabkan
pengelolaan sampah menjadi lebih sulit dan tidak efesien.
d. Lahan TPA yang terbatas. Luas daerah kota Bandung
16730 ha, hal tersebut menyebabkan tempat penampung sampah akhir yang berada di
kota Bandung sangat terbatas. Hal tersebut mengakibatkan lokasi penampung harus
ekspansi melalui kerja sama dengan pemerintahan daerah tetangganya.
Permasalahan koordinasi merupakan permasalahan utama, apalagi kalau ada konflik
dimasyarakat.
e. Penegakan hukum (law inforcement) tidak
konsisten. Pemerintah kota Bandung dan DPRD kota Bandung telah mengeluarkan
kebijakan yaitu Undang-undang No 11 tahun 2005: perubahan UU No 03 tahun 2005
Tentang penyelenggaraan ketertiban, kebersihan dan keindahan. Pada undang-undang
tersebut diatur mengenai pengelolaan sampah dan sanksi-sanksi bagi masyarakat
yang melanggarnya. Akan tetapi undang-undang tersebut tidak dilaksanakan tidak
konsisten.
5. Analisa
5.1 Alternatif
Pengelolaan Sampah
Untuk
menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan
alternatif-alternatif pengelolaan. Landfill bukan merupakan alternatif yang
sesuai, karena landfill tidak berkelanjutan dan menimbulkan masalah lingkungan.
Malahan alternatif-alternatif tersebut harus bisa menangani semua permasalahan
pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang dibuang kembali
ke ekonomi masyarakat atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap
sumberdaya alam. Untuk mencapai hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan
sampah yang harus diganti dengan tiga prinsip–prinsip baru.
Daripada
mengasumsikan bahwa masyarakat akan menghasilkan jumlah sampah yang terus
meningkat, minimisasi sampah harus dijadikan prioritas utama. Sampah yang
dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang
secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur
seperti yang ada saat ini. Dan industri-industri harus mendesain ulang
produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip
ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah. Pembuangan sampah yang tercampur
merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan
lagi. Bahan-bahan organik dapat mengkontaminasi atau mencemari bahan-bahan yang
mungkin masih bisa di daur ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari
keduanya. Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah yang berasal
dari produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk mudah
didaur-ulang maka perlu dirancang ulang agar sesuai dengan sistem daur-ulang
atau tahapan penghapusan penggunaannya.
Program-program
sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidak
mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Terutama program-program di negara-negara
berkembang seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program yang telah
berhasil dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi
fisik, ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau
pemulung) merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang
ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam
sistem penanganan sampah di negara berkembang. Salah satu contoh sukses adalah
zabbaleen di Kairo, yang telah berhasil membuat suatu sistem pengumpulan dan
daur-ulang sampah yang mampu mengubah/memanfaatkan 85 persen sampah yang
terkumpul dan mempekerjakan 40,000 orang.
Secara
umum, di negara Utara atau di negara Selatan, sistem untuk penanganan sampah
organik merupakan komponen-komponen terpenting dari suatu sistem penanganan
sampah kota. Sampah-sampah organik seharusnya dijadikan kompos, vermi-kompos
(pengomposan dengan cacing) atau dijadikan makanan ternak untuk mengembalikan
nutirisi-nutrisi yang ada ke tanah. Hal ini menjamin bahwa bahan-bahan yang
masih bisa didaur-ulang tidak terkontaminasi, yang juga merupakan kunci
ekonomis dari suatu alternatif pemanfaatan sampah. Daur-ulang sampah
menciptakan lebih banyak pekerjaan per ton sampah dibandingkan dengan kegiatan lain,
dan menghasilkan suatu aliran material yang dapat mensuplai industri.
Daftar Pustaka
Santoso, Budi.
1999. Ilmu Lingkungan Industri.
Depok: Gunadarma.
Soeriatmadja,RE.(1981). Ilmu Lingkungan. Bandung: ITB
Soeriaatmadja, R.E., 1989, Ilmu Lingkungan, Edisi ke-IV, ITB,
Bandung.
Tandjung, S.D.,
1999, Pengantar Ilmu Lingkungan,
Laboratorium Ekologi, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar